Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Kerajaan Majapahit: Letak, Pemerintahan, Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan

SAMSULNGARIFIN.COM - Pada postingan kali ini kita akan membahas tentang Sejarah Kerajaan Majapahit. Seperti diketahui, Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kerajaan yang mahsyur pada masanya. Di bawah Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Kerajaan Majapahit menjelma menjadi kerajaan maritim yang besar.

A. Letak dan Sumber Kerajaan Majapahit

Letak kerajaan ini berada di wilayah kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto-Jawa Timur. Berita mengenai kerajaan majapaht berasal dari berbagai sumber. Berikut ini adalah sumber-sumber kerajaan Majapahit : 
  1. Prasasti, antara lain Prasasti Gunung Butak, Brumbung. Kudadu, Gjaha Mada, dan Jiu. 
  2. Kitab Pararaton, yang menceritakan pemerintahan raja-raja Singasari dan Majapahit. 
  3. Kitab Negarakartagama, yang menceritakan keadaan Majapahit terutama masa pemerintahan Hayam Wuruk. 
  4. Berbagai peninggalan berupa bangunan candi dan reruntuhan istana di Trowulan. 

B. Raja-raja Kerajaan Majapahit

1. Raden Wijaya 
Raden Wijaya dinobatkan menjadi Raja Majapahit pertama pada tahun 1293 dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Dengan bantuan orang-orang Madura membuka hutan Tarik menjadi sebuah desa yang subur dan diberi nama Majapahit. Ketika tentara Kublai Khan menyerbu Singasari, Raden Wijaya berpura-pura membantu menyerang Jayakatwang. Namun, setelah Jayakatwang dibunuh, Raden Wijaya berbalik menyerang tentara Mongol dan berhasil mengusirnya. 

Sebagai seorang raja yang besar, Raden Wijaya memperistri empat putri Kertanegara sebagai permaisurinya. Dari Tribuana, ia mempunyai seorang putra yang bernama Jayanegara, sedangkan dari Gayatri yang disebut juga Rajapatni, Raden Wijaya mempunyai dua orang putri, yaitu Tribuanatunggadewi dan Rajadewi Maharajasa. Pemerintahan Kertarajasa diwarnai dengan beberapa pemberontakan. Salah satunya terjadi pada tahun 1295 yang dilakukan oleh Rangga Lawe (Parangga Lawe) Bupati Tuban. Rangga Lawe memberontak karena tidak puas terhadap kebijaksanaan Kertarajasa yang dirasa kurang adil. Kedudukan Patih Majapahit seharusnya diberikan kepadanya. Namun, oleh Kertarajasa kedudukan itu telah diberikan kepada Nambi (anak Wiraraja).

Susunan pemerintahan Raden Wijaya tidak banyak berbeda dengan pemerintahan Singasari. Raja dibantu oleh tiga orang mahamenteri (i hino, i sirikan, dan i halu) dan dua orang pejabat lagi, yaitu rakryan rangga dan rakryan tumenggung. Pada tahun 1309 Raden Wijaya wafat dan didharmakan di Simping dengan Arca Syiwa dan di Antahpura (di kota Majapahit) dengan arca perwujudannya berbentuk Harihara (penjelmaan Wisnu dan Syiwa). 

2. Jayanegara 
Raden Wijaya meninggal pada tahun 1309, dan digantikan oleh putranya Jayanegara. Ia bukanlah raja yang cakap, akibatnya masa pemerintahannya diwarnai dengan adanya beberapa kali pemberontakan, seperti Rangga Lawe, Lembu Sora, Juru Demung, Nambi, dan Kuti. Pada tahun 1316 timbul pemberontakan yang dipimpin oleh Nambi yang menjabat Rakryan Patih Majapahit. Nambi memusatkan kekuatannya di daerah Lumajang dan Pajarakan. Pemberontakan Nambi mendapat dukungan dari ayahnya (Wiraraja). Raja Jayanegara atas nasihat Mahapati memerintahkan Lumajang dan Pajarakan digempur sampai hancur. Terjadilah pertempuran sengit dan Nambi pun gugur.

Keadaan belum pulih, terjadi lagi pemberontakan Semi pada tahun 1318. Setahun kemudian (1319) terjadi pemberontakan Kuti. Semi dan Kuti adalah dua orang dari tujuh dharmmaputra. Pemberontakan inilah yang paling berbahaya karena Kuti berhasil menduduki ibu kota Kerajaan Majapahit. Jayanegara terpaksa melarikan diri dan mengungsi ke Badander di bawah perlindungan pasukan Bayangkara yang dipimpin oleh Gajah Mada. 

Karena jasanya dalam menumpas pemberontakan Kuti, Gajah Mada diangkat menjadi Patih Kahuripan. Dua tahun berikutnya, ia diangkat menjadi Patih Daha menggantikan Arya Tilan (1321). Pada tahun 1328 terjadilah musibah yang mengejutkan. Raja Jayanegara dibunuh oleh Tanca (seorang tabib kerajaan). Tanca kemudian dibunuh oleh Gajah Mada. Peristiwa itu disebut Patanca. Jayanegara didharmakan di Candi Srenggapura di Kapopongan. 

3. Tribhuwanatunggadewi 
Karena Jayanegara tidak mempunyai keturunan, maka yang berhak memerintah semestinya adalah Gayatri. Akan tetapi, Gayatri memilih untuk menjadi Bhiksuni. Selanjutnya, pemerintahan Majapahit dipegang oleh putri Gayatri, yaitu Tribhuwana Tunggadewi. Selama memerintah, Tribhuwanatunggadewi didampingi suaminya yang bernama Cakradhara atau Cakreswara yang menjadi raja di Singasari (Bhre Singasari) dengan gelar Kertawardhana.

Pada tahun 1331 timbul pemberontakan Sadeng dan Keta di daerah Besuki, tetapi dapat dihancurkan oleh pasukan Gajah Mada. Karena jasanya itu, Gajah Mada naik pangkat lagi dari Patih Daha menjadi Mahapatih Majapahit menggantikan Pu Naga. Saat pelantikannya, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa (Amukti Palapa) yang isinya: ia tidak akan menikmati palapa (garam dan rempah-rempah) sebelum dapat mempersatukan Nusantara di bawah Majapahit.

Gajah Mada mempersiapkan segala sesuatunya untuk mewujudkan sumpahnya, seperti prajurit pilihan, persenjataan, dan armada laut yang kuat. Setelah persiapannya matang, tentara Majapahit sedikit demi sedikit bergerak menyerang untuk menaklukkan wilayah kerajaan lain. Pada tahun 1334 Bali berhasil ditaklukkan oleh Gajah Mada. Setelah penaklukkan Bali, satu demi satu daerah di Sumatra, Semenanjung Malaka, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian (Papua) bagian barat berhasil ditundukkan dan mengakui kekuasaan Majapahit. 

4. Hayam Wuruk 
Tahun 1350, Ibu Tribhuwana Tunggadewi yaitu Gayatri meninggal. Sehingga membuat Tribhuwana turun tahta. Penggantinya adalah putranya yaitu Hayam Wuruk. Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada sebagai Mahapatih, Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan menguasai hampir seluruh kepulauan Nusantara. Wilayah kekuasaannya hampir seluas negara Indonesia sekarang. Bahkan, pengaruhnya terasa sampai ke luar Nusantara, yaitu sampai ke Thailand (Campa), Indocina, dan Filipina Selatan.

Pada saat pemerintahan Raja Hayam Wuruk, ada satu daerah di Pulau Jawa yang belum tunduk kepada Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Kerajaan Sunda itu diperintah oleh Sri Baduga Maharaja. Gajah Mada ingin menundukkan secara diplomatis dan kekeluargaan. Tahun 1357 Raja Hayam Wuruk bermaksud meminang putri Sri Baduga yang bernama Dyah Pitaloka untuk dijadikan permaisuri. Lamaran itu diterimanya. Dyah Pitaloka dengan diantarkan oleh Sri Baduga beserta prajuritnya berangkat ke Majapahit. Akan tetapi, ketika sampai di Bubat, Gajah Mada menghentikan rombongan pengantin. 

Gajah Mada menghendaki agar putri Kerajaan Sunda itu dipersembahkan kepada Hayam Wuruk sebagai tanda tunduk Raja Sunda kepada Majapahit. Tentu saja maksud Gajah Mada itu ditentang oleh raja dan kaum bangsawan Sunda. Akibatnya, terjadilah pertempuran sengit yang tidak seimbang. Sri Baduga beserta para pengikutnya gugur, Dyah Pitaloka bunuh diri di tempat itu juga. Peristiwa itu terkenal dengan nama Perang Bubat. 

5. Wikramawardhana 
Setelah Raja Hayam Wuruk mangkat, terjadilah perebutan kekuasaan di antara putra-putri Hayam Wuruk. Kemelut politik pertama meletus pada tahun 1401. Seorang raja daerah dari bagian timur, yaitu Bhre Wirabhumi memberontak terhadap Raja Wikramawardhana. Raja Wikramawardhana adalah suami Kusumawardhani yang berhak mewarisi takhta kerajaan ayahnya (Hayam Wuruk), sedangkan Bhre Wirabhumi adalah putra Hayam Wuruk dari selir. Dalam kitab Pararaton, pertikaian antarkeluarga itu disebut Perang Paregreg. 

6. Suhita 
Wikramawardhana wafat pada tahun 1429 dan digantikan oleh putrinya yang bernama Suhita. Penobatan Suhita menjadi Raja Majapahit dimaksudkan untuk meredakan pertikaian saudara dalam perang paregreg tersebut. 

7. Raja-raja terakhir Majapahit 
Setelah perang Paregreg, terjadi kemunduran di Kerajaan Majapahit. Satu persatu daerah-daerah bawahan mulai melepaskan diri. Setelah kepemimpinan Suhita, Majapahit dibawah pemerintahan Kertawijaya. Yang akhirnya diketahui Raja terakhir adalah Bhre Wengker, anak dari Kertawijaya. 

C. Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit 

Di bawah pimpinan Hayam Wuruk yang didampingi Mahapatih Gajah Mada, Majapahit meluaskan wilayah kekuasannya ke luar Jawa. Dipaparkan dalam kitab Negarakertagama, daerah yang berada di bawah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Bahkan menjangkau beberapa daerah di Asia Tenggara. 

Sebagai kerajaan yang besar, Majapahit memiliki sistem ketatanegaraan yang teratur. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa dan memegang otoritas politik tertinggi. Di bawah Raja Majapahit terdapat sejumlah raja-raja daerah yang disebut Paduka Bhatara yang memerintah di daerah-daerah. Tugas mereka yaitu mengumpulkan penghasilan kerajaan dan penyerahan upeti kepada perbendaharaan kerajaan, serta mempertahankan wilayah kerajaan. 

D. Kehidupan Sosial Kerajaan Majapahit 

Berdasarkan kitab Negarakertagama, struktur masyarakat Majapahit dibedakan atas lapisan-lapisan masyarakat yang disebut kasta. Ada empat kasta yang juga dikenal dengan istilah catur warna dalam kehidupan masyarakat, yaitu brahmana, ksatria, waisya, dan sudra. Kaum Brahmana (kaum pendeta) mempunyai pengaruh di dalam pemerintahan, khususnya dalam bidang keagamaan. Kaum Ksatria merupakan keturunan dari pewaris tahta kerajaan yang mempunyai tugas dalam pemerintahan. Kaum Waisya merupakan masyarakat yang menekuni bidang pertanian dan perdagangan. Sedang kasta yang paling rendah dalam catur warna yaitu kaum Sudra yang mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepada kasta yang lebih tinggi, terutama pada golongan brahmana. 

E. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Majapahit 

Majapahit merupakan negara agraris dan juga sebagai negara maritim. Negara agraris tampak dari letaknya di pedalaman dan dekat airan sungai. Keududukan sebagai negara maritim tampak dari kesanggupan angkatan laut kerajaan itu untuk menanamkan pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara. 

Panen padi terjadi dua kali dalam setahun. Selain itu terdapat pula hasil pertanian berupa wijen putih, kacang hijau, buah-buahan, sayur mayur dan rempah-rempah. Untuk membantu pengairan pertanian yang teratur, pemerintah Majapahit membangun 2 buah bendungan, yaitu, Bendungan Jiwu untuk persawahan dan Bendungan Trailokyapur untuk mengairi daerah hilir. 

Dalam bidang perdagangan, banyak menghasilkan komoditi ekspor seperti lada, garam, dan kain. Sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang kramik, dan barang dari besi. 

F. Kehidupan Kebudayaan Kerajaan Majapahit

1. Seni sastra 
  • Kitab Negarakertagama, karangan Empu Prapanca tahun 1365, isinya tentang sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit.
  • Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular, isinya tentang riwayat Sutasoma, seorang anak raja yang menjadi pendeta Buddha.
  • Kitab Arjunawijaya karangan Empu Tantular. Berisi tentang riwayat raja raksasa yang berhasil ditundukkan oleh raja Arjunasasrabahu. 
  • Kitab Kunjarakarna dan Parthayajna. 
  • Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan Majapahit. 
  • Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat 
  • Kitab Sorandaka, isinya tentang pemberontakan Sora. 
  • Kitab Ranggalawe, Isinya tentang peberontakan Ranggalawe. 
  • Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat Raden Wijaya hingga menjadi Raja Majapahit. 
  • Kitab Kutaramanawa, adalah hukum Majapahit yang ditulis oleh Gajahmada 
2. Candi 
Banyak candi peninggalan Majapahit, seperti Candi Penataran (di Blitar), Candi Brahu, Candi Bentar (Waringin Lawang), Candi Bajang Ratu, Candi Tikus, dan bangunan-bangunan kuno lainnya, seperti Segaran dan Makam Troloyo (di Trowulan).

Demikian pembahasan tentang Sejarah Kerajaan Majapahit: Letak, Pemerintahan, Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan. Terima kasih telah berkunjung dan jangan lupa membaca artikel lainnya di samsulngarifin.com.